Saya kemarin sore baru saja keluar dari Rumah Sakit Kustati Solo. Saya dirawat di sana beberapa hari karena kena DBD. Untung saja jumlah trombosit yang beberapa hari ini bandel turun terus, kemarin siang naik. Alhasil, saya pun membujuk dokter untuk mengizinkan saya pulang. Sudah tidak betah saya tidur di rumah sakit, sudah tidak betah saya makan makanan rumah sakit yang khas orang sakit banget.
Sakit kali ini, kedua orang tua saya hanya datang menjenguk selama beberapa menit lalu pulang. Ada rapat dan agenda lain yang lebih penting. Mereka pun menitipkan saya pada Dedi, teman dekat saya. Jadilah beberapa hari di rumah sakit ditungguinya. Thanks ya mas!
Sekarang, saya sudah sembuh, walaupun masih lemes. Saatnya kembali mengajar! Murid-murid sudah menanti...




Baru-baru ini saya sedang menyukai sebuah lagu. Ini lagunya. Saya harap teman-teman tahu kenapa saya suka lagu ini.


WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)
Copyright 2009

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight







Saya mulai jarang nge-blog. Aktivitas yang malah semakin menumpuk padahal saya tidak lagi ada jadwal kuliah, memaksa saya untuk berada jauh dari jangkauan dunia maya. Ditambah lagi, terhitung mulai Senin minggu depan, insya Allah saya dan seorang teman saya akan menjadi pengajar di SMK N 1 Karanganyar. Skripsi yang belum selesai membuat saya pusing tujuh keliling. waktu terus berjalan tapi dosen pembimbing susah ditemukan. Batas waktu yang diberikan ayah saya terlalu singkat, tapi saya harus tetap mencoba. Kepayahan memang, karena ternyata penelitian tidaklah semudah yang saya bayangkan sebelumnya.
Ya Allah...berikanlah kekuatan pada hamba-MU ini untuk terus melangkah walau jalanan penuh kerikil tajam yang siap menembus telapak kaki...Berikanlah sandal kemudahan ya Allah...Agar hamba-MU ini selamat sampai ke tujuan. Amiin.



"Sebuah penawar yang datang ketika saya suntuk dan bimbang, adalah sebuah email singkat dari seorang dosen favorit saya di kejauhan..."





Saya mendapat nama panggilan baru oleh para penjaga perpustakaan fakultas. "Si Olor". Bagaimana asal mula nama tersebut? Begini ceritanya...
Saya belakangan ini sering membawa serta Levy, laptop butut saya kemanapun saya pergi. Bukannya sok maju, tapi saya berjaga-jaga saja bila suatu saat saya ingin ber-hot-spot-an, atau cuma sekedar ngetik nggak jelas. Nah, berhubung Levy saya itu batereinya tak tahan lama, jadilah saya membawa serta olor kabel bersama saya. Selain juga mempersiapkan diri terhadap kemungkinan siapa tahu ada lebih dari satu orang yang membutuhkan listrik ataupun si sumber listrik tadi jauh jaraknya.
Kemarin, saya untuk pertama kalinya setelah 2 tahun ini tak ke perpus fakultas, kembali menginjakkan kaki di sana. Saya langsung membawa Levy masuk. Karena sumber listrik hanya satu, saya pun membawa masuk si olor tadi dan langsung mencolokkannya tanpa basa-basi. Oleh sang penjaga perpus, rupanya tindakan saya tadi cukup menarik perhatian dikarenakan baru saya saja pengunjung yang 'aneh' dan 'ramai'. Hari ini ketika saya masuk ke perpus, semua penjaga perpus langsung memanggil saya dengan nama panggilan baru saya dari mereka.
"Eh, dek olor datang lagi..."
Spontan pengunjung lain langsung tertuju pada saya. Dan ketika saya keluar dari perpus, mereka masih sempat-sempatnya menyapa di tengah hiruk pikuk pengunjung.
"Dek Olor besok datang lagi lho ya..."
Fiuh...kurang banyak apa ya nama panggilan saya? (Kukang, bebek, kwek, induk ayam, kelinci, freak, kura-kura, dsb)




Untuk apa ku beritahu, kau kan tak mau tahu. Untuk apa bercerita, jika tiap kali aku bercerita, kau hanya membuang muka. Untuk apa aku menunggu, jika tiap aku menunggumu, yang kudapat hanyalah bahwa kau membatalkan janjimu. Untuk apa aku berbicara banyak denganmu jika aku hanya sebagai pengusir sepimu yang kau tinggal saat keramaian mendekatimu. Untuk apa janji-janji semu yang tak berujung pada satu fakta bahwa kau benar-benar ada untukku.


-?-


Saya sangat jarang sekali menumpahkan kemarahan lewat kata-kata, tapi mungkin ini bisa jadi lebih parah, saya membalasnya. Ketika ada seseorang yang mengecewakan saya, yang saya lakukan pada akhirnya adalah kembali memperlakukannya sesuai apa yang dia lakukan pada saya. Tujuan saya adalah agar si orang tadi sadar sendiri bahwa tidak enak mendapat perlakuan seperti yang dia berikan pada saya. Tak butuh banyak kata-kata, hanya lakukan saja. Mungkin ini sifat jelek kali ya...Dan sangat sulit sekali merubahnya...Ya Allah...Bagaimana caranya...

Beberapa hari yang lalu seorang teman mengirim SMS berisi kata 'maaf', dan saya pun membalasnya dengan permintaan pula karena saya juga memendam perasaan kesal saya untuknya. Saya juga mengatakan alasan kekesalan saya dan tindakan menghindar saya padanya. Saya juga introspeksi diri saya karena dia juga ternyata mengatakan 'kesal' pada saya. Akhir-akhir ini memang sangat sulit sekali mengatur waktu...Atau lebih baik kalau saya menghilang saja?