PPL hampir berakhir tapi konflik semakin memanas. Banyak masalah yang muncul ke permukaan. Saya pun tak luput dari sasaran. Ada kabar saya akan dikeluarkan gara-gara bolos, padahal yang terjadi sebenarnya adalah saya IZIN! Itupun karena sakit dan hanya 2 kali! Tapi ada seseorang yang berkata dengan sok tahu bahwa saya tidak pernah mengajar dan tidak pernah ikut senam Jumat pagi. Berani benar dia bicara seperti itu hanya gara-gara dia tidak begitu kenal dengan saya dan jarang melihat saya di sekolah. "Saya pasti tahu PPL mana saja yang rajin, apalagi yang cewek-cewek" begitu katanya pada seorang guru. Hanya karena saya jarang berinteraksi dengan dia lalu dia seenaknya sendiri menyebar kabar tidak jelas! Apalagi posisinya adalah anak dari adik sang kepala sekolah yang sama tidak jelasnya.

Kemudian ada seorang teman saya berkata seperti ini, "Di, semua orang di STM ini busuk. Mereka sok manis di depan kita, tapi di belakang, menusuk tanpa ampun". Ya saya sih sependapat sebenarnya, hanya saja menurut saja mereka bukan busuk, tapi penjilat. Kenapa? Di sekolah sedang ada perebutan kursi kepala sekolah. Semua ingin show off pada kandidat-kandidat kepala sekolah bahwa mereka itu 'kelihatan' baik dan 'mendukung' padahal...Hah...sama saja...

Bukan hanya saya saja yang terkena kasus semacam itu, beberapa teman yang lain juga kena. Kami hanya ingin segera pergi dari sana, semua orang di sana -kecuali murid-murid saya- membuat kami muak. Bisa anda bayangkan betapa senangnya kami ketika bel pulang -yang bunyinya seperti bunyi orang jualan es krim- begitu merdu dan menyejukkan di telinga kami.

Tiga minggu lagi, Dian. Sabar...sabar...

Kesebelasan PPL-ku: Prabowo-Bani-Dyah-Diana-Ashar-Titin-Faris-Nadzori-Ndaru-Alfin-Saya, Semangat!!!!!

Beberapa waktu lalu ada sebuah kejadian yang membuat seorang teman saya mengatakan:
"Bukan dian banget!"
dikarenakan saya beberapa saat kehilangan logika dan mengandalkan perasaan saya. Bagaimana tidak, selama ini saya capek dengan hal yang berhubungan dengan masalah 'keluarga dan agama' yang sudah menghantui saya selama 3 tahun ini, lalu tiba-tiba orang yang mungkin akan menjadi bagian dari keluarga saya juga mempermasalahkan hal tersebut. Saya pada waktu itu sempat protes, bukan salah saya kan jika saya lahir di keluarga non muslim; bukan salah saya kan, jika akhirnya yang masuk islam cuma saya; bukan salah saya kan, jika sampai sekarang pun keluarga besar saya belum bisa menerima saya; bukan salah saya kan...
Tapi kemudian saya berpikir ulang...Jika memang harus begini jalannya, mau bagaimana lagi. Toh kesabaran itu tak ada batasnya. Saya jadi ingat selebaran kecil yang terselip di sebuah buku yang saya pinjam dari seorang kakak, "Bersabarlah beberapa saat lagi..."
Dian, sabar... Semangat! Semangat!

Liburan di depan mata. Meski tak suka dengan liburan ini, tapi toh akan ada bayak janji yang harus ditepati liburan kali ini. Salah satunya adalah sesuatu yang membuat saya grogi. Hehehe. Bagi seseorang yang merasa paham akan apa yang saya maksud di sini, tentulah tau bagaimana saya begitu gugup menghadapi yang satu ini.
Yang jelas, ramadhan kali ini sangat jauh berbeda dengan 2 ramadhan dalam hidup saya, sebelumnya. Entah itu karena aktivitas mengajar saya, maupun kehidupan pribadi saya. Ya, semoga apa yang sudah menjadi keputusan saya merupakan hal yang terbaik yang bisa saya lakukan.
Teruntuk: keluarga besar English Dept. UNS, selamat liburan, lebaran, dan leburan dosa.
Dan spesial untuk seorang sahabat dan seorang yang dekat, selamat Idul Fitri. Maafkan segala khilaf ya...^^


Model les adalah sebutan untuk aktivitas di mana peserta PPL melakukan observasi terhadap KBM yang dipimpin oleh guru pamong. Tadi pagi saya rencananya mau model les. Tapi ketika jam menunjukkan pukul 06.50, guru pamong saya mengirim pesan pendek pada saya mengatakan bahwa beliau datang terlambat dan meminta saya untuk mengisi jam beliau. Kaget dan belum persiapan juga tentunya. Kemudian saya ke kantor guru untuk meminta LKS yang digunakan oleh guru-guru bahasa Inggris di STM tempat saya mengajar. Setelah mendapatkan apa yang saya cari, saya naik ke lantai 2. Mampir di kantor PPL dulu, mendapat semangat dari teman-teman yang justru membuat agak ragu. Mereka bilang, "Semangat Bu! Pulang utuh ya! Semoga kembali selamat!".
Dalam perjalanan menuju 11 M1 -kelas di mana saya harus mengisi jam pertama dan kedua- banyak murid-murid yang bersliweran mengatakan bahwa kelas merekalah 11M1 itu. Mereka berniat mengerjai saya kali ya. Setelah tiba di kelas yang saya maksud, jumlah murid hanya tinggal separuhnya saja. Baru mau saya absen, pertanyaan-pertanyaan yang sudah diduga akan muncul, berdatangan.
"Bu, namanya siapa? Kenalan dulu dong"
"Bu, sudah punya pacar belum?"
"Bu, no HP-nya berapa?"
"Bu, rumahnya di mana?"
...dsb...
Saya menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi dengan sedikit berkelit, hehehe. Kalau masalah nama, tentu saya jawab. Florentina Dian. Langsung salah satu murid menyahut menyebutkan salah satu nama pemain bola yang saya sekarang lupa namanya. Saya bilang sudah punya pacar -sementara masih bapak saya, hehe-, no HP saya suruh minta ke wakil kepala sekolah -mereka langsung berkata, 'ya...'-hahaha-, dan saya bilang saya belum punya rumah. Tapi meskipun begitu, bisa saja pertanyaan lain muncul.
Saya berada di kelas tadi selama 2 jam pelajaran. Banyak hal yang terjadi selama itu.
Guru datang, pelajaran dimulai, saya duduk di belakang. Saya tambah terkejut mengetahui bahwa siswa-siswa di sana, bahkan tidak tahu arti kata what,when,where! Lha, adik saya yang kelas 4 SD saja sudah bisa menyusun kalimat bahasa Inggris...
Ditambah parah lagi ketika saya pada jam berikutnya harus masuk ke kelas yang menurut penduduk STM tersebut merupakan kelas terbandel. Bagaimana tidak, selain kata-kata yang kurang layak diucapkan, tingkah laku dan keseharian mereka sungguh sangat memprihatinkan. Bahkan dengan guru yang sudah mengajar lama di situ, sama sekali tak ada bedanya. What a school...
Sementara saya cukupkan dulu...


"sst...sst...menurutmu, STM ini yayasan muslim atau non?" my PPL friend,asked.
"Hm...kayaknya murni deh..." I and my my friend,answered.
"Itu kan namanya, Bu -he called me and all of my friends with female gender, 'bu'- maksudku tu yayasannya..."
"Lha menurutmu apa?" my another 'crazy' friend asked.
"Ah, aku tahu!" I said enthusiastically.
"Apa?"
"Yayasan non muslim! Tu di laci kalian ada Injil kok..."
"Iya ya..."
After a few minutes, a teacher came in.
"Assalamu'alaikum..."
And spontaneously my first-crazy-friend- said, "Ha! Kamu salah! Tu bapaknya Islam! Berarti bener kalo yayasan ini murni...tidak dari agama manapun..."
"Lha tadi sudah dibilangin katanya bukan...heh...dasar" I replied.

ps: this conversation made without any intention to hurt someone/something.

Kamis, 7 Agustus 2008
Jam menunjukkan pukul 10.30 waktu Solo. Saya menaiki motor saya menuju kampus dengan tujuan melihat siapa tahu ada pengumuman. Saya agak ragu-ragu membelokkan motor saya menuju gedung E FKIP UNS, dikarenakan apa yang saya kenakan saat itu sangat mencolok. Seragam hitam-putih, sepatu hitam berhak agak tinggi, dan sebuah tas wanita yang jika bukan karena keharusan, tidak akan saya kenakan.
Sesampai di kampus, tak ada yang saya cari. Akhirnya saya pun pergi ke kos teman saya, Dyah, untuk berangkat bersama ke tempat PPL kami. Kurang lebih 30-an menit perjalanan, kami pun sampai. Beberapa detik kemudian, datang 2 orang teman putra dari Prodi Bahasa Indonesia yang kebetulan langsung akrab dengan kami. Kami dengan PD melangkah masuk menuju ruang guru ber-empat. Duduk di kursi ruang guru, sambil sesekali melihat agak 'ngeri' ke kiri kanan kami.
Beberapa menit kemudian, kami disuruh pindah ruangan. Ternyata guru dan anak PPL beda ruang. Hehehe. Baru kami ber-empat yang ada di sana, karena kami datang 45 menit lebih awal dari jam yang ditentukan. Dalam perjalanan menuju ruangan kami, dimulailah sorakan dari murid-murid, ralat: calon murid kami, "Hai cewek...I love you..."; "Sayang...ngajar di sini ya!", dsb. Kami ber-empat hanya saling pandang dengan penuh kekagetan.
Lalu jam 12.00 tepat, acara dimulai. Teman-teman yang lain juga berdatangan. Perwakilan Unit PPL kami menyampaikan pesan yang cukup membuat kami ber-empat tertawa geli,
"Kepada wakil kepala sekolah, kami menitipkan anak-anak kami ber-sebelas dalam keadaan utuh, tolong dikembalikan juga dalam keadaan utuh..." Hahaha.

Yah, begitulah hari penyerahan PPL di STM tempat saya akan mengajar.

PS: Mengajar/tidak mengajar, kami harus masuk.
Tiap Jum'at masuk jam 6 pagi.

Postingan ini saya buat untuk kakak saya: Danang Ardiyanto

by Florentina Dian Ardi Wulandari


“Sekeping hati dibawa berlari

Jauh melalui jalanan sepi

Jalan kebenaran indah terbentang

Di depan matamu para pejuang

Tapi jalan kebenaran…

Tak akan selamanya sunyi

Ada ujian yang datang melanda

Ada perangkap menunggu mangsa”


Nasyid sepanjang masa ^_^

Satu tanjakan telah terlampaui…

Tanjakan lain pun menanti

Bila diri ini lalai walau sekali

Entah kapan tanjakan tadi akan berhasil kulalui

Ya Rabb, teguhkan niatku,bulatkan tekadku,kukuhkan imanku

Mudahkan jalanku…

Dian semangat!